Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkomitmen membangun ekosistem riset mikrobiologi presisi dan teknologi omic untuk mendorong dan mempercepat Bioekonomi Berkelanjutan. “Banyak hal yang tak terduga di era saat ini, menjadi sebuah tantangan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Riset mikrobiologi presisi dan teknologi omic membawa secercah harapan
Bogor, 27 November 2023. Saat ini kita menghBRINadapi permasalahan global terkait isu lingkungan dan polusi, serta bidang kesehatan yang memerlukan solusi inovatif dari multidisiplin ilmu. Hal itu disampaikan Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN, Iman Hidayat, yang mewakili Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, saat membuka the 13th International Symposium of Indonesian Society for Microbiology (ISISM), the 10th International Symposium of Innovative Bioproduction Indonesia on Biotechnology and Bioengineering (ISIBio), the 20th Asian Consortium for the Conservation and Sustainable Use of Microbial Resources (ACM) 2023 and Special Symposium for Drug Development. Bogor, Selasa (27/11).
Dr. Iman menekankan pentingnya mendorong pemulihan multisektoral pasca pandemi dan percepatan pembangunan bioekonomi nasional berkelanjutan melalui dukungan hasil riset dan inovasi yang kuat dengan penciptaan kondisi ekosistem riset dan inovasi yang mampu mendorong lahirnya inovasi, semangat kolaborasi, dan budaya berbagi pengetahuan di lintas stake holder. Kita ingat bersama pernah mengalami situasi sulit karena krisis pandemi COVID-19 dari awal 2020 hingga 2022. Saat itu, Indonesia terlambat dalam mengembangkan vaksin, yang merupakan solusi utama untuk krisis kesehatan tersebut. Meskipun ketika itu pemerintah Indonesia telah menyediakan pendanaan yang mencukupi, bahkan cukup besar, dan melibatkan sejumlah ilmuwan juga peneliti unggul yang ada di berbagai lembaga riset dan akademisi di tanah air untuk mengembangkan vaksin covid-19
Dari kejadian itu setidaknya terdapat faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab kegagalan tersebut, antara lain: Pertama, saat itu peneliti dan akademisi kita belum memiliki pengalaman yang cukup dan skill yang mumpuni dalam mengembangkan vaksin untuk manusia (human vaccine) dari nol. Selanjutnya adalah kurangnya fasilitas infrastruktur penelitian yang mampu mendukung riset dan pengembangan vaksin. Terakhir adalah kurangnya tingkat kolaborasi di antara pemangku kepentingan di Indonesia.
Belajar dari pengalaman pahit ini, pemerintah Indonesia melalui BRIN sekarang berusaha sekuat tenaga untuk memperkuat dasar ekosistem riset dan inovasi nasional. “BRIN telah melakukan percepatan dalam membangun ekosistem riset dan inovasi di Indonesia dengan melakukan investasi infrastruktur riset yang canggih dan modern serta didukung dengan berbagai skema pendanaan yang dapat diakses oleh seluruh pengguna di Indonesia, baik dari Universitas dan Industri,” tambahnya.
BRIN telah membangun berbagai infrastruktur riset, misalnya di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong yang terdapat fasilitas laboratorium Genomik dan telah dilengkapi dengan alat CryoEM dan sequencing untuk studi teknologi omic serta fasilitas cGMP. Adanya fasilitas riset tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar dan mendorong para periset berpartisipasi aktif dalam mencari solusi untuk tantangan global. Tantangan ini termasuk dalam mengatasi penyakit menular dan resistensi antimikroba, memajukan pengembangan vaksin, mengeksplorasi penemuan mikroba baru dan potensi nya.
Upaya pemanfaatan mikroorganisme dengan pendekatan mikrobiologi presisi dan teknologi omic berpeluang dan berpotensi besar dalam percepatan ekonomi berbasis sumber daya hayati yang berkelanjutan.
Sementara itu Arif Nurkanto, ketua penyelenggara symposium mengatakan sebanyak 28 pembicara terkemuka berasal dari universitas, lembaga penelitian, badan pendanaan, dan industri dari Indonesia, Jepang, Australia, Perancis dan Malaysia akan berbagi wawasan dan hasil temuan penelitian terbaru mereka.
“Forum ini menjadi ajang pertukaran pengetahuan terbaru dan kemajuan teknologi yang inovatif. Seminar ini dihadiri lebih dari 300 peserta dari berbagai lembaga penelitian, universitas, dan industri dari Indonesia, Australia, Perancis, Jepang, Malaysia, Filipina, Vietnam, China, Taiwan dan negara-negara anggota ACM berkontribusi aktif pada simposium ini. Aspek kajian mencakup berbagai topik, seperti: Sumber Daya Hayati, Keanekaragaman Hayati, dan Konservasi, Bioproduk dan Ilmu Kedokteran, Nutraceuticals dan Bioproduk, Pertanian dan Lingkungan Berkelanjutan, serta Potensi Mikroba untuk Energi Terbarukan dan Biorefineri,” ungkap Arif.
Seperti diketahui Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) merupakan perhimpunan profesi ahli mikrobiologi yang didirikan sejak Kongres PERMI I pada tahun 1985 di Hotel Indonesia, Jakarta. Saat ini terdapat 22 cabang di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota lebih dari 1.300. Asosiasi profesi ini berfungsi sebagai media pertemuan ilmiah, berbagi ide, topik riset yang relevan, informasi terkait mikroba, penyelenggaraan pelatihan mikrobiologi, dan berkolaborasi. Anggota PERMI berasal dari berbagai latar belakang profesi antara lain akademisi, dosen, peneliti lembaga penelitian pemerintah dan swasta, industri yang bergerak di bidang pemanfaatan mikroba, serta mahasiswa aktif program sarjana dan doktoral. PERMI secara aktif dan rutin menyelenggarakan kegiatan ilmiah “International Symposium of Indonesian Society for Microbiology (ISISM)” yang diadakan setiap dua tahun sekali, dan tahun ini adalah ISISM ke-13.
International Symposium of Innovative Bioproduction Indonesia on Biotechnology and Bioengineering (ISIBio) telah menjadi agenda rutin sejak tahun 2012. Tahun 2023, ISIBio menyelenggarakan kegiatannya yang ke-10. Tujuannya adalah mempertemukan para akademisi dan peneliti untuk bertukar dan berbagi pengalaman dan hasil penelitian bioteknologi dan keanekaragaman hayati. Forum ini juga menyediakan platform untuk menyebarluaskan dan mendiskusikan inovasi dan perkembangan terkini di bidang bioteknologi dan keanekaragaman hayati untuk pertanian kerkelanjutan, lingkungan hidup serta kesehatan.
Asian Consortium for the Conservation and Sustainable Use of Microbial Resources (ACM) Meeting dimulai pada tahun 2004. Pada Oktober 2022, 29 Culture Collection dari 14 negara (Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia , Mongolia, Myanmar, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Tiongkok, China Taipei, India, dan Iran) sepakat menjadi anggota ACM. Tujuan ACM adalah mendorong kolaborasi antar pemerintah dan organisasi publik dalam meningkatkan konservasi dan pemanfaatan sumber daya mikroba secara berkelanjutan di Asia. Kegiatan ACM adalah berkolaborasi antar Culture Collection, mempromosikan penelitian dan pengembangan potensi mikroba dan aplikasinya untuk industri, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, bertukar informasi dan menyelenggarakan pertemuan ilmiah.
Dengan persamaan tujuan dan untuk efisiensi kegiatan, maka konferensi ISISM ke-13, ISIBio ke-10, dan ACM ke-20 diselenggarakan secara serentak dalam bentuk Join Conference dengan topik “Precision Microbiology and Omics Technology for fostering Multi-sectoral Recovery and Accelerating Sustainable Bioeconomy”. Hasil yang diharapkan dari konferensi ini adalah penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian ke masyarakat, serta berkolaborasi melalui kerjasama dengan universitas, lembaga riset dan industri. (rils/la)